Jumat, 27 Desember 2013

Kerja atau Kuliah di Luar Negeri Sebagai Analis Kesehatan (MLT)???

Mumpung masih hangat di ingatan, hari ini saya datang ke acara buatan adik-adik tingkat di jurusan analis kesehatan Poltekkes Bandung, seminar+olimpiade dan lomba karya tulis ilmiah untuk mahasiswa analis kesehatan se-Indonesia yang pertama kali dilaksanakan, ‘spekta medika 2013′ lah namanya.
Saya ikut acara seminar pada hari terakhirnya, 8 Desember 2013 di auditorium Poltekkes Bandung jalan Pajajaran. Topiknya yang pertama itu sertifikasi (ngantuk bener yang ini), kedua dan ketiga itu berbau-bau peluang kerja dan studi lanjut. Nahh berhubung banyak banget kayanya anak-anak analis yang masih labil untuk menentukan langkah, bahkan labil apakah jiwanya ada di jurusan ini, mungkin posting saya ini bisa membantu kalian? haha, walaupun sekarang sudah berada di dunia industri, yang relatif jauh dengan dunia pelayanan kesehatan, tapi ini hasil pemikiran saya ketika masih jadi mahasiswa dan sekarang yang sudah sedikit matang

Kerja sebagai analis kesehatan ke luar negeri.
saya jawab: sangat bisa. Saya pernah buka laman penyalur tenaga kesehatan ke Kuwait, kayanya sih resmi, tapi lupa namanya. Disana ga cuma perawat, yang memang udah ga usah ditanya kebutuhannya, tapi saya liat juga ada untuk analis kesehatan juga. Syaratnya waktu itu pengalaman kerja di rumah sakit 3 tahun, dan tentunya bahasa Inggris yang sangat baik. Kenapa harus rumah sakit? kayanya sih karena pengalaman di rumah sakit itu sangat beragam dari penyakit biasa sampe luar biasa ada. Then, English is a compulsory requirement, don’t ask me why, don’t ask me how, and such thing about English proficiency anymore please… you know your English proficiency, better than any one else in this world, dude!
Ada juga kalau mau kerja di Kanada sana. Disana sih jelas banget terbuka bagi siapa saja dari negara mana saja, asalkan memenuhi kriteria mereka. Kanada itu kan negara yang kebanyakan imigran, tapi imigran resmi ya, bukan gelap-gelapan, jadi mereka merekrut banyak tenaga-tenaga ahli dari berbagai belahan dunia yang mau gawe disana. Coba cari di google: CSMLS , Canadian Society of Medical Laboratory Scientist.Semua syarat dan tetek bengek nya da disana tinggal dibaca, pastinya dalam bahasa Inggris, atau kalau mau pake bahasa Perancis juga disediakan ko :P. Intinya kalau yang Kanada ini, harus nyiapin seluruh dokumennya sendiri, mulai dari menterjemahkan ijazah dan surat-surat, sampe ujian seleksi dan akomodasi awal disana. Kalau diitung sih, ada keluar ratusan dollar Kanada, worth it or not, you decice!
Terus… saya juga pernah tanya-tanya ke patelki-nya Jepang, JAMT , Japan Association of Medical Technologist. Saya tanya gimana cara kalau mau jadi tenaga MLT asing disana. Jawabannya sederhana: lulus ujian nasional (sertifikasi) untuk MLT Jepang dan bisa bahasa Jepang nyaris persis dengan penduduk lokal. Langsung jleb, masih banyak cara menuju Tokyo.
Pada intinya.. kalau kalian mau coba-coba gawe ke luar, siapkan English Proficiency sebaik mungkin. Masalah nilai mah asal ga bodo-bodo amat lah, yang penting pas gawe bener (kan udah pengalaman dulu di RS). Jangan dulu ngarep kalo buat analis ini sistemnya bakal kaya perawat, yang relatif gampang buat gawe di luar, harus banyak-banyak usaha ddengan keringat peluh. Jangan mau kalah sama orang Filipin, mereka udah kemana-mana lho. Kalau penasaran sama lowongan-lowongan kerjanya, bisa cari lewat google aja, contohnya: medical lab tech vacancies in Saudi Arabia/UAE/Kuwait. Di Asean aja sebenarnya pasar sudah terbuka, tinggal bisa bersaing atau tidaknya saja. Ayo, setidaknya ada 1-2 dari kalian yang bisa tembus, akan menjadi contoh hidup yang nyata untuk yang lainnya

Kuliah lagi? kemana ya?


Pertanyaan ini pasti seringkali mengisi relung hati dan jiwa mahasiswa D3 analis kesehatan. Semenjak ada D4 ankes, pasti rata-rata pada ‘lari’ ke sana, tapi sekarang aturannya belum boleh menerima dari lulusan d3 (yang poltekkes kemenkes). Alternatif lain? masih banyak ko… selama punya akal kreatif dan bisa melalkukan sesuatu yang beda, insya Allah bisa. Kreatif disini bukan jago gambar atau maen musik ya, tapi kreatif mencari ide-ide baru yang segar. Jangan hanya terpaku pada satu bidang saja, harus berani, kalau memang mau mencobanya. Boleh lah pekerjaan utama menjadi staf di labkes, tapi diluar itu punya kegiatan-kegiatan atau hobi lain yang mendukung sofskill dan menjalin relasi. Memang, kebanyakan pasti berpikir lanjut ke S1, sebenarnya apa yang didapat dari kuliah S1? Buat ijazah atau pengakuan saja kah? Coba dipikir lebih dalam dan resapi makanya, bahwa belajar itu memang membentuk pola pikir. Bukan hanya sekedar menerima materi kuliah, mengerjakan tugas, lalu ikut uas. Di balik materi-materi itu semua ada tahapan-tahapan yang sering terlupakan, contohnya mengenal gaya belajar, cara menyerap informasi baru, cara berkomunikasi dan berpikir sistematis. Saya sebenarnya yakin, mau apapun bidang keilmuannya, kalau kita memiliki sesuatu yang ‘beda’ dan sesuatu itu menjadikan kita berbeda diantara sekelompok orang-orang lainnya, pastilah akan mencapai keberhasilan. Intinya cari dan pahami, “dimana sesungguhnya minat, keunggulan, dan nilai lebih saya?” dan bekerja dengan sepenuh hati.. ahahah klise banget ya? tapi coba saja sendiri. Yaa walaupun banyak yang bilang, ‘kuliahnya harus linier dengan yang sebelumnya’ itu sih buat yang ingin terus berkarir di lahan yang sama, bahkan dengan cara itu pun banyak yang melenceng-lenceng ko.
Banyak banget yang masuk ke postingan saya tentang S1 analis ke Jepang. Banyak yang nanya dari hal terdangkal, berdoa, sampe minta nomor ponsel saya. Maaf bukannya saya galak atau sombong, tapi saya ingin kalian mahasiswa analis kesehatan menjadi lebih tajam dan peka dalam mencari informasi dan data. Semua informasi/data tersedia dalam bahasa Inggris, masih untung bukan bahasa Jepang kan? Saya sendiri akhirnya mengurunkan niat untuk coba daftar ke program tersebut karena alasan finansial. Di awal pendaftaran harus bayar, yang waktu itu sekitar 35.000-40.000 yen, sekitar 3,5-4 juta rupiah. Baru aja lulus D3, belum kerja, masa mau nodongin lagi tangan ke orang tua atau sodara. Akhirnya yaa saya berada di jalan sekarang yang saya nikmati ini